MESIN PENCUCI DOSA
Sejak
diciptakannya manusia pertama Adam (AS) kehidupan ini sudah terkotori dengan
perbuatan dosa. Nabi Adam ketika berada
di dalam surga bersama isteri tercintanya Hawa telah melakukan kesalahan yang
disebabkan dengan rayuan maut iblis sehingga ia memakan buah terlarang yang
disebut buah khuldi. Kesalahan yang dilakukan mereka berdua telah membuatnya
terusir dari surga dan berpisah dalam kurun waktu yang cukup panjang. Adam terusir
ke dataran India di dekat gunung Sylon (Srilanka), sedangkan Hawa terdampar di
dataran jazirah Arab. Kisah kesalahan dua insan tersebut Allah sinyalir dalam
Al-Qur’an:
“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan
dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman:
"Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu
ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan." Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.(Q.S.Al-Baqarah:36-37)
Sejak ditetapkan perbuatan dosa
manusia yang diawali dengan manusia pertama, Allah telah menetapkan kewajiban
taubat bagi seluruh hamba-Nya yang beriman. Dosa dengan segala bentuknya terus
berkembang, dari dosa kecil hingga dosa besar. Di dalam Hadits macam-macam dosa
disebutkan oleh Rasulullah secara general. Manusia menurut Hadits berikut ini
adalah makhluk Allah yang selalu melakukan perbuatan dosa. Beliau bersabda: “Seluruh
anak cucu Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah
adalah mereka yang selalu taubat”. (HR.Turmuzi)
Untuk menghapus segala dosa, Allah
SWT. memberikan peluang waktu bagi para hamba-Nya untuk bertaubat pada dua
waktu, yakni siang dan malam. Allah membeberkan tangan-Nya di waktu malam untuk
memberikan kesempatan bagi para pendosa yang bermaksiat di waktu siang, dan
membeberkan tangan-Nya di waktu siang untuk memberikan kesempatan bagi para
pendosa yang melakukan kesalahan di waktu malam. Seperti itulah kondisi terus
berjalan sampai matahari terbit dari arah barat sebagai pertanda kiamat sudah
sangat dekat.
Dengan demikian bertaubat adalah merupakan
the only gateway untuk menghapus dosa, dan untuk mengembalikan kondisi
jiwa yang kotor menjadi jiwa yang suci. Taubat adalah langkah awal untuk
menjadi orang baik yang selanjutnya dimaintin dengan amal-amal shaleh yang
bersifat kongkret. Kesungguhan dan keikhlasan dalam bertaubat merupakan hal yang
Allah minta untuk dipenuhi agar mendapatkan kesucian jiwa secara murni.
“Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS. Attahrim:8)
Bentuk taubat
yang bisa diterima oleh Allah hanyalah taubat yang disebut dengan “Taubatan
Nashuha”,yakni taubat yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Para ulama
Islam telah sepakat bahwa taubat yang diterima oleh Allah adalah taubat yang
diikuti dengan penyesalan, pengakuan bahwa hal itu merupakan perbuatan dosa,
tidak mengulangi lagi di masa yang akan datang, dan mengembalikan segala bentuk
kezaliman kepada orang yang bersangkutan . Adapun sarana yang Allah berikan
kepada hamba-Nya untuk menjaga keutuhan taubat tersebut tersedia dalam bentuk sarana
yang berbeda-beda. Tentu, hal ini merupakan sifat kasih saying Allah kepada
manusia untuk memanfaatkan peluang ampunan dosa tersebut. Di antara sarana yang
bisa menghapus dosa-dosa manusia ialah:
1.
Ibadah
Ibadah yang sesungguhnya adalah
pengabdian seorang hamba kepada Allah yang dilakukan dengan penuh penghinaan diri
dan kecintaan yang tulus. Imam Ibn Taymia (ra.) menjelaskan bahwa ibadah yang
menghasilkan pahala adalah ibadah yang dilakukan dengan rasa cinta dan ikhlas,
serta menghambakan diri di hadapan yang Maha Kuasa. Allah SWT. telah
menyediakan sarana ibadah yang bersifat harian seperti shalat lima waktu yang
dilakukan secara rutin dalam hitungan jam. Di dalam hadits, Rasulullah
mengilustrasikan fungsi shalat lima waktu bagaikan sebuah sungai yang jernih di
mana orang yang tinggal di dekatnya bisa
mandi lima kali. Beliau bersabda: “Perumpamaan shalat lima waktu bagaikan
sungai yang jernih yang di tepinya tingal seseorang di sebuah rumah. Di sungai
itu dia bisa mandi sebanyak lima kali setiap harinya”.,Rasul bertanya kepada
para sahabat, “apakah ada sisa kotoran di badan orang tersebut?”\, mereka
menjawab: “tidak ada kotoran sedikitpun wahai rasulullah”. Beliau bersabda:
“begitu kondisi shalat lima waktu, ia bisa menghapus dosa-dosa manusia”.
(HR. Muslim)
Di samping itu ada ibadah yang
bersifat pekanan seperti shalat jum’at, puasa senin kamis yang juga dijadikan
sebagai sarana untuk menghapus dosa. Pada setiap hari jum’at Allah menyediakan
enam ratus ribu kuota dari hambanya untuk mendapatkan pembebasan dari siksa api
neraka. Puasa senin dan kamis merupakan waktu diangkatnya amalan seorang hamba,
dan alangkah baiknya seorang hamba itu ketika diangkat amal kebaikannya ke
langit ia dalam keadaan puasa.
Selain ibadah yang bersifat harian
dan pekanan ada juga ibadah yang bersifat musiman seperti puasa Ramadan, puasa
di bulan Syawal, puasa di bulan haji, puasa di bulan Muharram dan dua shalat
Ied. Semua bentuk ibadah tersebut Allah jadikan sebagai mesin pencuci dosa.
Allah juga melengkapi dengan bentuk ibadah yang sifatnya seumur hidup sekali
seperti haji dan umroh. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah SAW. bersabda: “barangsiapa
yang melakukan ibadah haji, kemudian tidak berkata kotor dan tidak berbuat
fasik, maka ia akan kembali ke kampung asalnya bagaikan seorang bayi yang baru
dilahirkan oleh ibunya”. (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Tidak ada balasan bagi haji mabrur di sisi Allah kecuali surga”. (HR.Bukhari Muslim)
2.
DAKWAH DAN JIHAD
Dakwah merupakan upaya mengajak
orang lain ke jalan Allah SWT secara kaffah dan komprehensif. Perbuatan ini
terbilang ibadah yang mampu menambah amal kebaikan dan menghapus dosa. Langkah
demi langkah yang diayunkan oleh para duat dalam aktivitas dakwah memiliki
hitungan pahala di sisi-Nya. Ketika rasulullah SAW. ingin menakalukan Khaibar
beliau meminta Sayyidina Ali untuk membawa panji Islam. Dengan perjalanan yang
cukup jauh sayyidina Ali bertanya, “ya rasulullah untuk apa kita memerangi
mereka?”. Rasul menjawab, “kita perangi mereka sampai mereka mengakui Allah
sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya, Demi Allah wahai Ali satu orang
yang mendapatkan hidayah Allah dengan sebabmu, Allah akan memberikan kepadamu
dengan sesuatu yang lebih baik dari pada dunia dan seisinya”. Dalam riwayat
lain, “lebih baik dari unta berwarna merah (khumurun na’am) sebagai hewan
tunggangan yang cukup mahal dan bergengsi di zama Rasul.
Dakwah yang di dalam al-Qur’an
disebut berulang dengan kata perintah telah jelas tujuannya, iaitu untuk
mengajak orang lain kepada Allah dengan mengimaninya sebagai Tuhan
satu-satunya, dan Ia telah mengutus seorang Rasul untuk memberikan kabar
gembira (surga) dan peringatan yang pedih (neraka). Bukan hanya sekedar pahala,
akan tetapi dengan dakwah kehidupan seseorang mendapatkan ketenangan, dan
dihindari dari segala musibah.
3.
KERJA SOSIAL
Islam adalah agama yang menentang
kehidupan yang bersifat individualis. Sejak awal munculnya, Islam sudah
menanamkan jiwa sosial kepada para pengikutnya, dan saling menjaga ukhuwah
islamiyah. Oleh karena itu, para ulama membagi Ibadah kepada dua kategori;
ibadah murni (ibadah mahdhah) seperti shalat, puasa, haji dan zakat. Ibadah
sosial (ghairu Mahdhah), iaitu berupa kebaikan yang dilakuakn seorang Muslim
terhadap orang lain dengan cara membantu orang-orang yang tidak mampu, para
janda dan juga anak-anak yatim.
Dalam sebuah hadits Rasul SAW. bersabda:
“Barangsiapa yang meringankan beban seorang mukmin di dunia ini,
Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat”. (HR.Muslim).
Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Orang yang membantu seorang janda atau seorangmiskin bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah
yang diikuti dengan shalat malam pada malam harinya dan puasa sunnah di waktu siangnya”. (HR.Muslim).
Dari dua
hadits di atas betapa tinggginya nilai ibadah sosial sehingga ia bisa dikatakan
sebgai sarana pencuci dosa. Ibadah sosial terbuka bagi seorang Muslim kapan
saja dan di mana saja. Maka tanpa diragukan bahwa membantu orang miskin,
menyantuni yatim dan para janda memiliki imbalan yang besar di sisi Allah SWT.
4.
MUSIBAH DAN COBAAN
Tidak ada satupun di antara manusia yang terlahir ke dunia ini, dan
mengenyam kehidupan duniawi yang yang cukup panjang melainkan ia telah menerima
cobaan dari Allah SWT. Cobaan dan musibah bisa didapat oleh manusia melalui
adanya rasa takut dalam diri, kelaparan, hilangnya harta dan jiwa, dan
kurangnya makanan dan buah-buahan. Di dalam al-Qur’an Allah SWT. Berfirman:
|
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS.
Al-Baqarah:155)
|
Di dalam hadits Rasulullah SAW. bersabda: “sesungguhnya Allah SWT
apabila mencintai suatu masyarakat, maka Ia pasti mengujinya dengan cobaan,
apabila manusia itu menerima cobaan tersebut dengan ridha, maka baginya ridha
Allah, dan apabila ia mengeluh maka baginya murka Allah”. (HR.Turmuzi)
Dengan demikian,
sangat jelas dari paparan di atas bahwa musibah dan cobaan yang ditimpahkan
oleh Allah kepada seorang Muslim merupakan sarana untuk menghapus dosa. Asalkan
orang tersebut ikhlas dalam menerima cobaan, tanpa ada keluh kesah apalagi
sampai putus asa. Tentu, hal yang paling berat dalam kehidupan manusia di dunia
ini adalah bagaimana bisa berlapang dada ketika dalam kondisi sempit dan sulit.
Dan orang yang ridha kepada ketetapan Allah yang sifatnya tidak menguntungkan baginya
adalah merupakan barometer takwa yang sesungguhnya.
Wallahu’alam Bishowab!
DR.Ayub Rohadi,M.Phil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar