Selasa, 20 Desember 2011

MESIN PENCUCI DOSA


MESIN PENCUCI DOSA
Sejak diciptakannya manusia pertama Adam (AS) kehidupan ini sudah terkotori dengan perbuatan dosa. Nabi Adam  ketika berada di dalam surga bersama isteri tercintanya Hawa telah melakukan kesalahan yang disebabkan dengan rayuan maut iblis sehingga ia memakan buah terlarang yang disebut buah khuldi. Kesalahan yang dilakukan mereka berdua telah membuatnya terusir dari surga dan berpisah dalam kurun waktu yang cukup panjang. Adam terusir ke dataran India di dekat gunung Sylon (Srilanka), sedangkan Hawa terdampar di dataran jazirah Arab. Kisah kesalahan dua insan tersebut Allah sinyalir dalam Al-Qur’an:
 “Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."  Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.(Q.S.Al-Baqarah:36-37)
            Sejak ditetapkan perbuatan dosa manusia yang diawali dengan manusia pertama, Allah telah menetapkan kewajiban taubat bagi seluruh hamba-Nya yang beriman. Dosa dengan segala bentuknya terus berkembang, dari dosa kecil hingga dosa besar. Di dalam Hadits macam-macam dosa disebutkan oleh Rasulullah secara general. Manusia menurut Hadits berikut ini adalah makhluk Allah yang selalu melakukan perbuatan dosa. Beliau bersabda: “Seluruh anak cucu Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang selalu taubat”. (HR.Turmuzi)
            Untuk menghapus segala dosa, Allah SWT. memberikan peluang waktu bagi para hamba-Nya untuk bertaubat pada dua waktu, yakni siang dan malam. Allah membeberkan tangan-Nya di waktu malam untuk memberikan kesempatan bagi para pendosa yang bermaksiat di waktu siang, dan membeberkan tangan-Nya di waktu siang untuk memberikan kesempatan bagi para pendosa yang melakukan kesalahan di waktu malam. Seperti itulah kondisi terus berjalan sampai matahari terbit dari arah barat sebagai pertanda kiamat sudah sangat dekat.
            Dengan demikian bertaubat adalah merupakan the only gateway untuk menghapus dosa, dan untuk mengembalikan kondisi jiwa yang kotor menjadi jiwa yang suci. Taubat adalah langkah awal untuk menjadi orang baik yang selanjutnya dimaintin dengan amal-amal shaleh yang bersifat kongkret. Kesungguhan dan keikhlasan dalam bertaubat merupakan hal yang Allah minta untuk dipenuhi agar mendapatkan kesucian jiwa secara murni.
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS. Attahrim:8)
                Bentuk taubat yang bisa diterima oleh Allah hanyalah taubat yang disebut dengan “Taubatan Nashuha”,yakni taubat yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Para ulama Islam telah sepakat bahwa taubat yang diterima oleh Allah adalah taubat yang diikuti dengan penyesalan, pengakuan bahwa hal itu merupakan perbuatan dosa, tidak mengulangi lagi di masa yang akan datang, dan mengembalikan segala bentuk kezaliman kepada orang yang bersangkutan . Adapun sarana yang Allah berikan kepada hamba-Nya untuk menjaga keutuhan taubat tersebut tersedia dalam bentuk sarana yang berbeda-beda. Tentu, hal ini merupakan sifat kasih saying Allah kepada manusia untuk memanfaatkan peluang ampunan dosa tersebut. Di antara sarana yang bisa menghapus dosa-dosa manusia ialah:
1.       Ibadah
Ibadah yang sesungguhnya adalah pengabdian seorang hamba kepada Allah yang dilakukan dengan penuh penghinaan diri dan kecintaan yang tulus. Imam Ibn Taymia (ra.) menjelaskan bahwa ibadah yang menghasilkan pahala adalah ibadah yang dilakukan dengan rasa cinta dan ikhlas, serta menghambakan diri di hadapan yang Maha Kuasa. Allah SWT. telah menyediakan sarana ibadah yang bersifat harian seperti shalat lima waktu yang dilakukan secara rutin dalam hitungan jam. Di dalam hadits, Rasulullah mengilustrasikan fungsi shalat lima waktu bagaikan sebuah sungai yang jernih di mana orang  yang tinggal di dekatnya bisa mandi lima kali. Beliau bersabda: “Perumpamaan shalat lima waktu bagaikan sungai yang jernih yang di tepinya tingal seseorang di sebuah rumah. Di sungai itu dia bisa mandi sebanyak lima kali setiap harinya”.,Rasul bertanya kepada para sahabat, “apakah ada sisa kotoran di badan orang tersebut?”\, mereka menjawab: “tidak ada kotoran sedikitpun wahai rasulullah”. Beliau bersabda: “begitu kondisi shalat lima waktu, ia bisa menghapus dosa-dosa manusia”. (HR. Muslim)
Di samping itu ada ibadah yang bersifat pekanan seperti shalat jum’at, puasa senin kamis yang juga dijadikan sebagai sarana untuk menghapus dosa. Pada setiap hari jum’at Allah menyediakan enam ratus ribu kuota dari hambanya untuk mendapatkan pembebasan dari siksa api neraka. Puasa senin dan kamis merupakan waktu diangkatnya amalan seorang hamba, dan alangkah baiknya seorang hamba itu ketika diangkat amal kebaikannya ke langit ia dalam keadaan puasa.
Selain ibadah yang bersifat harian dan pekanan ada juga ibadah yang bersifat musiman seperti puasa Ramadan, puasa di bulan Syawal, puasa di bulan haji, puasa di bulan Muharram dan dua shalat Ied. Semua bentuk ibadah tersebut Allah jadikan sebagai mesin pencuci dosa. Allah juga melengkapi dengan bentuk ibadah yang sifatnya seumur hidup sekali seperti haji dan umroh. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah SAW. bersabda: “barangsiapa yang melakukan ibadah haji, kemudian tidak berkata kotor dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali ke kampung asalnya bagaikan seorang bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya”. (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Tidak ada balasan bagi haji mabrur di sisi Allah kecuali surga”. (HR.Bukhari Muslim)
2.       DAKWAH DAN JIHAD
Dakwah merupakan upaya mengajak orang lain ke jalan Allah SWT secara kaffah dan komprehensif. Perbuatan ini terbilang ibadah yang mampu menambah amal kebaikan dan menghapus dosa. Langkah demi langkah yang diayunkan oleh para duat dalam aktivitas dakwah memiliki hitungan pahala di sisi-Nya. Ketika rasulullah SAW. ingin menakalukan Khaibar beliau meminta Sayyidina Ali untuk membawa panji Islam. Dengan perjalanan yang cukup jauh sayyidina Ali bertanya, “ya rasulullah untuk apa kita memerangi mereka?”. Rasul menjawab, “kita perangi mereka sampai mereka mengakui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya, Demi Allah wahai Ali satu orang yang mendapatkan hidayah Allah dengan sebabmu, Allah akan memberikan kepadamu dengan sesuatu yang lebih baik dari pada dunia dan seisinya”. Dalam riwayat lain, “lebih baik dari unta berwarna merah (khumurun na’am) sebagai hewan tunggangan yang cukup mahal dan bergengsi di zama Rasul.
Dakwah yang di dalam al-Qur’an disebut berulang dengan kata perintah telah jelas tujuannya, iaitu untuk mengajak orang lain kepada Allah dengan mengimaninya sebagai Tuhan satu-satunya, dan Ia telah mengutus seorang Rasul untuk memberikan kabar gembira (surga) dan peringatan yang pedih (neraka). Bukan hanya sekedar pahala, akan tetapi dengan dakwah kehidupan seseorang mendapatkan ketenangan, dan dihindari dari segala musibah.
3.       KERJA SOSIAL
Islam adalah agama yang menentang kehidupan yang bersifat individualis. Sejak awal munculnya, Islam sudah menanamkan jiwa sosial kepada para pengikutnya, dan saling menjaga ukhuwah islamiyah. Oleh karena itu, para ulama membagi Ibadah kepada dua kategori; ibadah murni (ibadah mahdhah) seperti shalat, puasa, haji dan zakat. Ibadah sosial (ghairu Mahdhah), iaitu berupa kebaikan yang dilakuakn seorang Muslim terhadap orang lain dengan cara membantu orang-orang yang tidak mampu, para janda dan juga anak-anak yatim.
Dalam sebuah hadits Rasul SAW. bersabda:
“Barangsiapa yang meringankan beban seorang mukmin di dunia ini, Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat”. (HR.Muslim).
Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Orang yang membantu seorang janda atau  seorangmiskin  bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah yang diikuti dengan shalat malam pada malam harinya  dan puasa sunnah di waktu siangnya”. (HR.Muslim).
                Dari dua hadits di atas betapa tinggginya nilai ibadah sosial sehingga ia bisa dikatakan sebgai sarana pencuci dosa. Ibadah sosial terbuka bagi seorang Muslim kapan saja dan di mana saja. Maka tanpa diragukan bahwa membantu orang miskin, menyantuni yatim dan para janda memiliki imbalan yang besar di sisi Allah SWT.
4.       MUSIBAH DAN COBAAN
    Tidak ada satupun di antara  manusia yang terlahir ke dunia ini, dan mengenyam kehidupan duniawi yang yang cukup panjang melainkan ia telah menerima cobaan dari Allah SWT. Cobaan dan musibah bisa didapat oleh manusia melalui adanya rasa takut dalam diri, kelaparan, hilangnya harta dan jiwa, dan kurangnya makanan dan buah-buahan. Di dalam al-Qur’an Allah SWT. Berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah:155)



Di dalam hadits Rasulullah SAW. bersabda: “sesungguhnya Allah SWT apabila mencintai suatu masyarakat, maka Ia pasti mengujinya dengan cobaan, apabila manusia itu menerima cobaan tersebut dengan ridha, maka baginya ridha Allah, dan apabila ia mengeluh maka baginya murka Allah”. (HR.Turmuzi)
                Dengan demikian, sangat jelas dari paparan di atas bahwa musibah dan cobaan yang ditimpahkan oleh Allah kepada seorang Muslim merupakan sarana untuk menghapus dosa. Asalkan orang tersebut ikhlas dalam menerima cobaan, tanpa ada keluh kesah apalagi sampai putus asa. Tentu, hal yang paling berat dalam kehidupan manusia di dunia ini adalah bagaimana bisa berlapang dada ketika dalam kondisi sempit dan sulit. Dan orang yang ridha kepada ketetapan Allah yang sifatnya tidak menguntungkan baginya adalah merupakan barometer takwa yang sesungguhnya.
Wallahu’alam Bishowab!
DR.Ayub Rohadi,M.Phil.
                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar