Semangat dan gairah adalah perasaan yang sangat kuat yang dialami oleh setiap orang, antara semangat yang dialami dalam masyarakat secara umum dan semangat yang dibicarakan dalam al-Qur’an kepada manusia.
Semangat, dalam pengertian umum, digunakan
untuk mengungkapkan minat yang menggebu dan pengorbanan untuk meraih tujuan,
dan kegigihan dalam mewujudkannya. Apakah penting atau tidak, setiap orang
punya tujuan yang ingin dia raih sepanjang hidupnya. Antusiasme, yang sering
ditujukan untuk keuntungan material, juga mengemuka ketika nafsu keduniaan
dibicarakan. Sebagian orang berusaha untuk menjadi kaya, untuk memiliki karir
yang cemerlang atau jabatan yang prestisius, sementara yang lain berusaha untuk
tampil lebih unggul atau untuk meraih prestise, penghormatan, dan pujian.
Namun, semangat sebagian besar orang tidak
bertahan seumur hidup karena tidak punya landasan yang kuat. Sering kali tidak
ada tujuan khusus yang akan mempertahankan semangat dalam semua keadaan dan
memberikan kekuatan kepada mereka. Satu-satunya orang yang tidak pernah
kehilangan semangat di hati mereka sepanjang hidup adalah orang-orang beriman, karena sumber
semangat mereka ialah keimanan kepada Allah dan tujuan utama mereka ialah memperoleh
keridhaan Allah, rahmat-Nya dan surga-Nya.
Sumber Semangat
Orang-orang Jahiliah?
Kebodohan
biasanya dipahami sebagai tak berpendidikan dan tak berbudaya. Namun,
orang-orang bodoh yang saya maksud adalah mereka yang bodoh mengenai agama
Islam, mengenai kebesaran dan Sifat-sifat Allah yang menciptakan mereka, dan
mengenai al-Qur’an yang telah diwahyukan untuk umat manusia. Allah SWT, mendefinisikan
orang-orang bodoh sebagaimana mereka “agar
kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi
peringatan, karena itu mereka lalai.” (QS. Yasin: 6).
Kehidupan
orang-orang yang lalai dari al-Qur’an dan tidak mengetahui hakikat kehidupan
dunia, kebenaran tentang mati, dan kenikmatan surga dan siksa neraka setelah
mati, adalah cocok dengan kebodohan mereka. Akibatnya, masalah-masalah yang
membuat mereka merasa bahagia, bersemangat dan bergairah didasarkan pada
keyakinan yang salah. “Mereka yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan
kehidupan dunia telah menipu mereka.” (QS. Al-A‘raf: 51).
Sebagaimana
ditunjukkan dalam ayat di atas, orang-orang dalam masyarakat jahiliah tertipu
oleh kehidupan dunia ini. Meskipun tahu mengenai sifat kehidupan dunia yang
singkat dan tidak sempurna, mereka lebih menyukai kehidupan yang sementara ini
daripada kehidupan abadi di akhirat, karena mereka merasa lebih mudah untuk
memperoleh kesenangan dunia dan ragu mengenai kehidupan akhirat : “tetapi
kamu memilih kehidupan duniawi Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal. (QS, Al A’la : 16-17).
Apa
yang digarisbawahi di sini ialah, bahwa meskipun sebagian besar orang tahu
bagaimana menyelesaikan suatu tugas dengan semangat dan gairah, mereka
hanya akan melakukannya jika tugas itu sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka
tidak memperlihatkan ambisi yang sama untuk sesuatu yang akan mendatangkan
ridha Allah, dan memperlihatkan ketidakmautahuan jika keuntungan duniawi
tak bisa diharapkan.
Konsep
semangat dalam masyarakat jahiliah terlihat dalam kegairahannya dalam urusan
keduniaan. Orang-orang mungkin mengalami gejolak minat dan semangat terhadap
masalah tertentu dan kemudian suatu hari perasaan ini lenyap dengan tiba-tiba.
Dalam masyarakat jahiliah hampir semua orang meluncurkan berbagai proyek dengan
antusias. Namun, mereka meninggalkan proyek itu tak lama kemudian, hanya
karena jenuh dan malas untuk melanjutkan.
Namun,
orang-orang beriman, yang terlibat dalam perbuatan baik dan membantu orang
lain sebagai alat untuk memperoleh ridha Allah, tidak pernah kehilangan semangat
mereka. Menghadapi kesulitan tidak akan membuat mereka meninggalkan cita-cita
mereka. Sebaliknya, karena tahu bahwa adanya kesulitan-kesulitan menjadikan
pekerjaan semacam itu lebih prestisius di mata Allah, mereka memperoleh
kesenangan dan merasakan semangat yang lebih besar.
Sumber Semangat Orang-orang
Beriman :
Semangat
dan gairah orang-orang beriman sangat berbeda dari konsep yang banyak dianut
masyarakat jahiliah, yang didasarkan pada kepentingan. Kecintaan orang-orang
beriman kepada Allah dan ketaatan mereka kepada-Nya adalah penyebabnya. Mereka
tidak merasa terikat dengan kehidupan dunia ini seperti para anggota masyarakat
jahiliah, tetapi terikat dengan Allah, Yang Maha Pengasih, yang menciptakan
mereka dari bukan apa-apa, dan memberi mereka berbagai sarana. Alasan yang
terpenting ialah bahwa orang-orang beriman mengevaluasi peristiwa-peristiwa
dengan kesadaran yang jernih. Mereka sadar bahwa Allah menjaga kehidupan
seseorang setiap saat, bahwa Dia melindungi semua makhluk, dan bahwa semua
makhluk bergantung kepada-Nya. Disebabkan oleh cinta mereka dan ketaatan
mereka kepada Allah, mereka berusaha keras untuk memperoleh keridhaan-Nya
sepanjang hidup mereka. Hasrat untuk memperoleh ridha Allah merupakan sumber
terpenting semangat dan kegembiraan bagi orang-orang beriman. Cita-cita untuk
memperoleh ridha Allah dan mencapai surga menjadi sumber energi dan semangat
dalam diri orang-orang beriman. “Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka demi membela agama Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15).
Penjelasan
ini menunjukkan bahwa semangat orang-orang beriman bersemayam dalam hati. Hal
ini disebabkan karena perjuangan untuk mendukung nilai-nilai mereka berlangsung
seumur hidup dan hanya ditopang dengan semangat yang bersumber pada keimanan.
Kegigihan orang-orang beriman dalam usaha mereka yang terus menerus juga
dinyatakan oleh rqsulullah SAW: “Perbuatan yang paling dicintai Allah
adalah perbuatan yang dilakukan dengan istiqamah.” (HR. Bukhari).
Faktor
lain yang membuat semangat orang-orang beriman tetap kuat dan segar adalah rasa
penghargaan yang disertai dengan kerinduan dalam hati mereka, yang mereka alami
sepanjang hidup: “Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A‘raf: 56).
Karena
alasan ini mereka takut akan hukuman Allah dan terus-menerus berusaha untuk
menyempurnakan amal. Sementara itu, mereka tahu bahwa melalui gairah dan
ketulusan, mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh ridha
Allah, cinta-Nya dan rahmat-Nya. Mereka mengalami ketakutan dan harapan
sekaligus; mereka bekerja keras tetapi tidak pernah merasa usaha mereka cukup
dan tidak pernah menganggap diri mereka sempurna, sebagaimana dinyatakan dalam
ayat: “Mereka takut kepada
Tuhannya dan takut dengan hisab (perhitungan amal) yang buruk.” (QS. Ar-Ra‘d: 21).
Karena
itu, mereka memeluk agama Allah dengan semangat besar dan melakukan usaha besar
untuk kepentingan ini. Rasa takut kepada Allah menyebabkan mereka tidak
lemah-hati atau lalai, dan perasaan ini mendukung semangatnya. Karena tahu
bahwa Allah memberikan kabar gembira tentang surga bagi mereka yang beriman dan
beramal saleh, sehingga mendorong mereka untuk terus beramal dan memperkuat
komitmennya.
Sebagaimana
terlihat, konsep orang beriman tentang semangat sangat berbeda dari konsep
masyarakat jahiliah. Dibandingkan dengan semangat kontemporer orang-orang
kafir, semangat orang beriman merupakan luapan kegembiraan yang dipelihara oleh
iman kepada Allah. Dia telah memberikan kepada orang-orang beriman kabar gembira
tentang hasil dari semangat yang terus-menerus didalam al-Qur’an : “Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang
mukmin, bahwa sesungguhnya mereka memperoleh karunia yang besar dari Allah.”
(QS. al-Ahzab: 47).
Apa
yang memberikan kekuatan kepada mereka yang “lebih dahulu” ialah ketaatan
mereka kepada Allah dan kerendahan hati mereka di hadapan-Nya. Keimanan mereka
yang tulus memberi mereka semangat yang besar untuk berlomba-lomba dalam memperoleh
ridha Allah. Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa mereka yang berusaha dan berjuang
di jalan Allah dengan harta dan diri mereka akan diberi derajat yang tinggi di
sisi Allah swt : “Tidaklah sama antara
mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan
orang-orang yang berjihad demi membela agama Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan
harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada
masing-masing Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad di atas orang yang duduk dengan pahala
yang besar. Yaitu beberapa derajat daripada-Nya ampunan serta rahmat. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 95-6).
Mereka
yang “pertengahan” adalah orang-orang yang lebih memilih jalan tengah daripada
berusaha keras dengan hati dan jiwa mereka untuk memperoleh ridha Allah. Tak
diragukan lagi, kondisi mereka di akhirat tidak akan sama dengan mereka yang
lebih dahulu dalam beramal.
Di
samping itu, Allah telah menyebutkan kelompok ketiga di kalangan orang-orang Islam:
mereka yang tertinggal dalam hal gairah mereka untuk beramal. “Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat
berlambat-lambat (ke medan pertempuran).” (QS. An-Nisa’: 72).
Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat yang dikutip sebelumnya dari Surat Fathir, orang-orang
semacam itu menganiaya diri mereka sendiri, dan keadaan mereka di akhirat akan
mencerminkan perbedaan itu. Sementara mereka yang lebih dahulu dalam beramal
akan memperoleh derajat tertinggi dalam pandangan Allah, tetapi mereka yang
lalai akan melihat usaha mereka hilang kecuali jika mereka bertobat dan
mengganti kelalaiannya. Dua ayat dari al-Qur’an dapat dikutip sebagai contoh
tentang masing-masing keadaan : (QS. At-Taubah: 20) dan (QS. Al-Ahzab: 19).
Wallahu’alam
Bishowab
Abu MR LC