KEMATIAN HATI
Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang
amat merindukan keka-sih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar
dapat segera pergi. Seperti pe-nagih hutang yang kejam ia perlakukan tuhannya.
Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk
berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Allah
berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan
senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar
perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak
ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang
berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid,
lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.
Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji
orang. “Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka,
janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran
ketidak tahuan mereka”, ucapnya lirih.
Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut
gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap eng-kau bergetar dan takut,
sampai sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, eng-kaupun berani tampil di
depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Telah berapa hari engkau hidup dalam
lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat obyek
ma’siat menggodamu dan engkau menikmatinya? Malu kepada Allah dan hati nurani
tak ada lagi.
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu ra-kaatpun kau
kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani ber-tambah
tinggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia? Di luar sana rasa malu
tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul
majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. 228.000 remaja mengidap putau.
Dari 1500 responden usia SMP & SMU 25 % mengaku telah berzina dan hampir
separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan perkosaan,
walaupun pada saatnya mereka memperkosa.
Dan masyarakat memanjakan mereka, karena “mereka masih
dibawah usia”. Mungkin engkau mulai berfikir “Jamaklah, bila aku main
mata dengan aktifis per-empuan - bila engkau laki-laki atau sebaliknya (akhi
dan ukhti)- di celah-celah rapat atau ber-dialog dalam jarak sangat dekat atau
bertelepon dengan menambah waktu sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak
jauh”
Betapa jamaknya ‘dosa kecil’ itu dalam hatimu. Kemana
getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat “TV Thaghut” menyiarkan segala
“kesombongan jahiliyah dan maksiat”? Saat engkau mau muntah melihat laki-laki
berpakaian perempuan, karena kau sangat percaya kepada ustadzmu yang mengatakan
“ Jika Allah melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian
laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?”Ataukah
taqwa berlaku saat berkumpul bersama dan yang paling tinggi berteriak “Ini
tidak islami” berarti ia paling islami, lalu sesudah itu urusan kesendirian
tinggallah antara engkau dengan lamunanmu, tak ada Allah disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu
tampil. Justeru engkau sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan
lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Kau yang tak mampu melawan berontak
hatimu untuk tidak makan berdiri di tengah suatu resepsi mewah. Berbisiklah
syaithanmu : “Jika kau duduk di lantai atau di kursi malam ini citra da’wah
akan ternoda”. Seakan engkau-lah pemilik da’wah ini.
Lupakah kau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1
milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter. Begitu
jauhnya inhiraf di kalangan awam, tak lain karena para elitenya telah
salah melangkah lebih dulu. Siapa yang mau menghormati ummat yang “kiayi”-nya
membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit
sebelumnya ia setubuhi, lalu dengan enteng mengatakan “Itu maharku, Allah
waliku dan mala-kat itu saksiku” dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu
tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang ummat yang da’inya berpose lekat
dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan “Ini anakku,
karena kedudukan guru dalam Islam seperti ayah, bahkan lebih dekat lagi”
Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu
mendaftar diri sebagai ‘alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir
sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah
yang sama? Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan
seorang alim yang merayu rekan perempu-an dalam organisasinya? Kau andalkan
penghormatan masyarakat awam karena sta-tusmu lalu kau serang maksiat
masyarakat awam? Bukankah ini mengkomersilkan kekuarangan masyarakat? Koruptor
macam apa engkau ini? Semoga ini tak terjadi pada dirimu, karena kafilah yang
pernah berlalu tak sunyi dari peruntuh bangunan yang dibina dengan susah payah.
Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja
mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada
Amerika dan Zionis dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk makanan mereka,
semata-mata karena nuansa “westernnya”. Engkau akan menjadi faqih pedebat yang
tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan “lihatlah,
betapa Amerikanya aku”. Me-mang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika,
melainkan apakah engkau punya harga diri. Mahatma Ghandi memimpin perjuangan
kemerdekaan India dengan kain tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang
tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India
menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India
akan ikut tidur disana. Bila ia minta bangsanya mendongakkan kepala dengan
bangga, maka 300 juta bangsa India akan tegak, walau-pun tulang punggung mereka
tak kuat lagi bnerdiri karena lapar dan kurang gizi.
Kini
datang “pemimpin” ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan
pameran mobil dan rumah mewah serta hidup di tengah gemerlap kehidupan
selebri-tis. Saat fatwa digenderangkan, ummat tak lagi punya kemauan untuk
mendengar. “Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan
susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih
memenuhi seleraku”…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar