Mengkaji
Ulang Valentine's Day
Oleh:
Feri Firmansyah, Lc.
Boleh jadi tanggal 14 Februari,
merupakan hari yang sangat dinanti-nanti oleh anak-anak muda, karena di samping
mendatangkan "keindahan" juga merupakan waktu yang tepat untuk
mencari, menukar dan mengganti pasangan. Kedengarannya memang seperti barang
saja yang bisa ditukar, diganti dan dicari dengan mudah, tapi itulah
kenyataannya. Sikap orang (termasuk sebagian kaum muslimin) terhadap moment
tahunan yang biasa kita kenal dengan hari kasih sayang atau Valentine’s Day.
Bahkan disebagian tempat, untuk
merayakan hari kasih sayang ini, mereka mengadakan hiburan-hiburan malam dengan
acara yang super wah. Tidak tanggung, seolah tidak mau menyia-nyiakan waktu
yang ada, acara Hari Kasih Sayang ini digelar semalam suntuk mulai dari jam
pulang kantor sampai jam masuk kantor kembali. Innalillah wa nastaghfiruh.
Anehnya, apabila ditanya bagaimana
sejarah dan mengapa disebut Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang, umumnya
membisu, dan tidak tahu. Seolah itu adalah warisan leluhur yang harus dirayakan
dan diperingati secara besar-besaran. Apalagi bagi seorang muslim, mengetahui
akar sejarah adanya Valentine’s Day merupakan sebuah keniscayaan, agar
kita tidak terjerumus pada amal yang bertentangan dengan syariat.
Tidak ada sejarah yang seragam dan
jelas tentang asal muasal Valentine's Day ini. Semua buku dan sejarah
memberikan cerita yang berlainan. Beberapa sumber mengatakan bahwa Valentine's
Day ini merupakan warisan dari upacara perayaan Orang-orang Romawi Kuno yang
disebut dengan Lupercalia. Para ahli lainnya mengaitkan kejadian ini dengan kisah
terbunuhnya beberapa Saint (santo) yang terjadi di gereja Kristen. Masih dari
sumber yang lain, kejadian ini erat kaitannya dengan kepercayaan orang-orang
Inggris kuno bahwa pada tanggal 14 Pebruari lah burung-burung jantan
memilih pasangannya. Valentine's Day ini besar kemungkinan berasal dari
penggabungan ketiga sumber di atas ditambah dengan kepercayaan bahwa musim semi
adalah waktu yang tepat untuk para pejatuh cinta"
Keberagaman cerita seputar
Valentine's Day ini membuat orang-orang Kristen sendiri mempertanyakan kembali
keabsahan cerita ini. Bahkan, tidak sedikit dari para pendeta Kristiani yang
menolak dan melarang penganutnya untuk merayakan hari ini karena dinilai
mengikuti tradisi dan upacara agama lain yakni agama paganisme (penyembah
berhala) Romawi.
Menurut cerita yang lebih
terpercaya, perayaan Valentine's Day ini sesungguhnya berawal dan
bersumber dari perayaan pada masa Romawi Kuno yang sering disebut dengan
Perayaan Lupercalia. Perayaaan Lupercalia adalah rangkaian
upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang dilakukan selama 6 hari sejak
tanggal 13-18 Februari. Perayaan dua hari pertama, khusus dipersembahkan untuk Dewi
Cinta (queen of feverish love) yang bernama Juno Februata. Pada
perayaan dua hari ini, nama gadis-gadis ditulis dalam sehelai kertas kemudian
dilipat dan digulung untuk kemudian dimasukkan ke dalam kotak yang dihiasi
dengan bunga dan wangi-wangian perangsang syahwat.
Para pemuda yang hendak mencari
pasangan atau mengganti pasangan dengan yang baru, berkumpul sambil mengundi
dan mengocok nama-nama gadis tersebut. Setiap nama gadis yang keluar dari
undian tersebut, harus menjadi pasangannya selama satu tahun sebagai tempat
untuk bersenang-senang dan hura-hura. Pada tanggal 15 sampai 18 Februari, upacara
perayaan selanjutnya ditujukan untuk memohon perlindungan Dewa Lupercalia
(dewa ini diakui sebagai dewa penyelamat dari gangguan roh jahat dan binatang
buas) dari gangguan srigala. Pada upacara ini, para pemuda saling memecut
dengan kulit-kulit binatang buas sebagai symbol upaya untuk menjauhkan diri
dari bahaya binatang buas dan roh-roh jahat. Para gadisnya juga tidak mau
ketinggalan, mereka sama-sama berebut untuk dipecut oleh kulit binatang tersebut
karena diyakini akan memberikan kesuburan dan keturunan yang gagah dan kuat.
Semakin banyak darah yang keluar dari tubuh si gadis yang dipecut tadi, semakin
besar kemungkinan akan melahirkan keturunan bertitiskan Dewa.
Dalam buku The Encyclopedia Britannica,
sub judul: Christianity disebutkan, ketika Kristen Katolik memasuki kota
Roma, upacara Lupercalia tersebut tetap dirayakan dan diadopsi hanya kemudian
diwarnai dengan nauansa-nuansa Kristen. Di antaranya, nama-nama gadis dalam
upacara tersebut diganti dengan nama-nama Paus dan Pastor. Orang yang berjasa
dalam mewarnai upacara ini adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Untuk
lebih mengkristalkan nuansa Kristennya, sebagaimana dipaparkan dalam The
World Book Encyclopedia, pada tahun
496 M, Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini sebagai Hari Resmi
Perayaan Kudus Gereja yang disebut dengan Saint Valentine’s Day. Nama
ini diambil untuk mengenang jasa Saint atau Santo Valentine yang
kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari. Saint atau Santo dalam tradisi
Kristen berarti martyr atau dalam istilah Islam Syahid, syuhada, orang
yang meninggal dalam memperjuangkan kebenaran. Saint atau Santo
ini juga sekaligus gelar yang diberikan khusus kepada orang-orang yang rajin
berderma dan membagi-bagi haidah.
Sedangkan kata Valentine
sendiri ada yang mengartikan dengan, gigih dan Maha Kuasa. Namun, menurut para
pakar bahasa, kemungkinan besar nama Valentine ini diambil dari bahasa
Prancis Normandia, galantine yang berarti cinta (galant).
The Catholic Encyclopedia Vol. XI menyebutkan, dalam tradisi
Kristen Katolik dikenal ada 3 nama Valentine yang meninggal pada tanggal 14
Februari, salah satu di antaranya diceritakan meninggal pada masa Romawi
Kuno dan Valentine inilah yang dinilai
sebagai cikal bakal perayaan Hari Kasih Sayang yang marak belakangan ini.
Konon kejadian tersebut terjadi
ketika Raja Romawi Kuno dipegang oleh Kaisar Claudius II. Kaisar ini terkenal
kejam, bengis, jahat dan tukang perang. Demi menjaga stabilitas prajuritnya
agar tetap prima, Kaisar melarang semua tentara mudanya untuk menikah.
Menurutnya, pernikahan adalah sumber kekalahan karena prajuritnya menjadi loyo
dan tidak kuat. Di tengah ancaman dan amar Kaisar Claudius II ini,
ada seorang Pasteur (yang namanya tidak pernah disebutkan) yang secara
sembunyi-sembunyi menikah-nikahkan prajurit mudanya dengan para gadis. Hal ini
dilakukan untuk memperkecil tingkat "perzinahan" yang merebak
dimana-mana.
Suatu hari, Kaisar mengetahui pekerjaan
Pasteur ini. Tanpa berpikir panjang, akhirnya Pasteur tersebut dihukum gantung
di depan ribuan prajurit dan masyarakat. Peristiwa penggantungan tersebut
terjadi tepat pada tanggal 14 Pebruari tahun 269 M. Mengingat kebaikan dan
jasanya dalam mengawin-ngawinkan pemuda-pemudi inilah kemudian Pasteur tersebut
diberi gelaran Santo Valentine yang berarti Dermawan Asmara / Cinta.
Demikian kisah yang ditulis dalam The World Book Encyclopedia. Dari
sinilah kemudian setiap tanggal 14 Februari dikenal dengan sebutan Valentine's
Day.
Itulah sekilas sejarah tentang apa
yang dikenal sekarang dengan Valentine's Day. Dari uraian di atas,
paling tidak dapat kita simpulkan hal-hal berikut:
1.
Keberadaan Valentine's Day masih diperbincangkan
keabsahannya. Hal ini mengingat tidak ada cerita yang disepakati oleh setiap sejarawan
Kristen
2.
Kalaupun Valentine's Day itu ada, dia pada awalnya
adalah tradisi upacara penyembahan Dewa yang dilakukan oleh orang-orang Romawi
Kuno yang dulu dikenal dengan nama Upacara Perayaan Lupercalia. Kemudian ketika
Kristen Katolik masuk ke Roma, diganti dengan nama Perayaan Valentine.
3.
Ikut merayakan Hari Valentine, hakikatnya mengikuti
sekaligus mengakui Santo Valentine, seorang pendeta Kristen.
4.
Tidak sedikit pendeta-pendeta dan gereja-gereja
Kristenpun yang melarang ummatnya untuk merayakan acara ini karena dinilai
telah keluar dari ajaran Kristus seperti yang dilakukan gereja-gereja di
Slovenia.
Kini, bagaimana Islam memandang hal
ini? Sesungguhnya, tanpa disebutkan jawabannya pun, anda sudah dapat mengambil
kesimpulan sendiri. Yang jelas, bila Hari Valentine ini hendak dilihat dari
sisi Hari Kasih Sayangnya, maka Islam sesungguhnya telah mengatakan dan
mengajarkan ummatnya untuk senantiasa memiliki rasa kasih sayang setiap saat
dan detik, bukan setahun sekali. Bahkan, bukan hanya itu, kasih sayang yang
diajarkan Islam bukan semata berkaitan dengan sesama manusia, tapi juga dengan
binatang sekalipun.
Bukankah
dalam sebuah hadits dikatakan, bahwa ada seorang wanita masuk neraka gara-gara
mengurung kucing, tidak dikasih makan sehingga mati. Sebaliknya, ada seorang
laki-laki masuk surga lantaran menolong dan memberi minum anjing yang kehausan
di tengah padang pasir.
Dalam
hadits lain Rasulullah mengatakan bahwa seorang muslim dengan muslim lainnya
dalam berkasih sayang dan saling pedulinya harus seperti satu tubuh. Apabila
salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka anggota tubuh lainnya pun akan
merasa sakit pula.
Dalam
hadits lain juga disebutkan, bahwa belum sempurna iman seseorang sehingga dia
mencintai dan menyayangi saudaranya sebagaimana dia menyayangi dirinya sendiri.
Kewajiban cinta kasih dan sayang ini dalam ajaran Islam bukan setahun sekali,
tapi setiap saat dan detik.
Lebih
tegas lagi Rasulullah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: "Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum,
kelompok, maka dia termasuk ke dalam kelompok mereka". (HR Turmudzi).
Sejarah dan pandangan islam terhadap
Valentine’s Day sudah jelas. Apalagi kalau dilihat secara nilai, Perayaan
Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan
semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan
mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan
hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi.
Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga
penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat
cinta kasih.
Alih-alih
mendekatkan diri pada nilai-nilai syariat, justru realita yang ada semangat
Valentine’s Day adalah untuk menjauhkan kaum muslim dari nilai-nilai Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah Saw. Wallahu’alam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar