Senin, 19 November 2012

Tahun Baru Semangat Baru

TAHUN BARU SEMANGAT BARU



Semangat dan gairah adalah perasaan yang sangat kuat yang dialami oleh setiap orang, antara semangat yang dialami dalam masyarakat secara umum dan semangat yang dibicarakan dalam al-Qur’an kepada manusia.
Semangat, dalam pengertian umum, digu­nakan untuk mengungkapkan minat yang menggebu dan pengorbanan untuk meraih tujuan, dan kegigihan dalam mewujud­kan­nya. Apakah penting atau tidak, setiap orang punya tujuan yang ingin dia raih sepanjang hidupnya. Antusiasme, yang sering ditujukan untuk keuntungan material, juga mengemuka ketika nafsu keduniaan dibicarakan. Sebagian orang berusaha untuk menjadi kaya, untuk memiliki karir yang cemerlang atau jabatan yang prestisius, sementara yang lain berusaha untuk tampil lebih unggul atau untuk meraih prestise, penghormatan, dan pujian.
Namun, semangat sebagian besar orang tidak bertahan seumur hidup karena tidak punya landasan yang kuat. Sering kali tidak ada tujuan khusus yang akan mempertahan­kan semangat dalam semua keadaan dan memberikan kekuatan kepada mereka. Satu-satunya orang yang tidak pernah kehilangan semangat di hati mereka sepanjang hidup  adalah orang-orang beriman, karena sumber semangat mereka ialah keimanan kepada Allah dan tujuan utama mereka ialah mem­per­oleh keridhaan Allah, rahmat-Nya dan surga-Nya.

Sumber Semangat Orang-orang Jahiliah?

Kebodohan biasanya dipahami sebagai tak berpendidikan dan tak berbudaya. Namun, orang-orang bodoh yang saya maksud adalah mereka yang bodoh me­ngenai agama Islam, mengenai kebesaran dan Sifat-sifat Allah yang menciptakan mereka, dan mengenai al-Qur’an yang telah diwahyu­kan untuk umat manusia. Allah SWT, mendefinisikan orang-orang bodoh sebagai­mana mereka “agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.” (QS. Yasin: 6).
Kehidupan orang-orang yang lalai dari al-Qur’an dan tidak mengetahui hakikat kehi­dupan dunia, kebenaran tentang mati, dan kenikmatan surga dan siksa neraka setelah mati, adalah cocok dengan kebodohan mereka. Akibatnya, masalah-masalah yang membuat mereka merasa bahagia, bersemangat dan bergairah didasarkan pada keyakinan yang salah. Mereka yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan ke­hi­dupan dunia telah menipu mereka.” (QS. Al-A‘raf: 51).

Sebagaimana ditunjukkan dalam ayat di atas, orang-orang dalam masyarakat jahiliah tertipu oleh kehidupan dunia ini. Meskipun tahu mengenai sifat kehidupan dunia yang singkat dan tidak sempurna, mereka lebih menyukai kehidupan yang sementara ini daripada kehidupan abadi di akhirat, karena mereka merasa lebih mudah untuk memper­oleh kesenangan dunia dan ragu mengenai kehidupan akhirat : “tetapi kamu memilih kehidupan duniawi Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS, Al A’la : 16-17).

Apa yang digarisbawahi di sini ialah, bahwa meskipun sebagian besar orang tahu bagai­mana menye­lesai­kan suatu tugas dengan sema­ngat dan gairah, mereka hanya akan melakukannya jika tugas itu sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka tidak memper­lihatkan ambisi yang sama untuk sesuatu yang akan mendatangkan ridha Allah, dan mem­per­lihatkan ketidak­mau­tahuan jika ke­untung­an duniawi tak bisa diharapkan.
Konsep semangat dalam masyarakat jahi­liah terlihat dalam kegairahannya dalam urusan keduniaan. Orang-orang mungkin mengalami gejolak minat dan semangat terha­dap masalah tertentu dan kemudian suatu hari perasaan ini lenyap dengan tiba-tiba. Dalam masyarakat jahiliah hampir semua orang meluncurkan berbagai proyek dengan antu­sias. Namun, mereka mening­galkan proyek itu tak lama kemudian, hanya karena jenuh dan malas untuk melanjutkan.
Namun, orang-orang beriman, yang ter­libat dalam perbuatan baik dan membantu orang lain sebagai alat untuk memperoleh ridha Allah, tidak pernah kehilangan sema­ngat mereka. Menghadapi kesulitan tidak akan membuat mereka meninggalkan cita-cita mereka. Sebaliknya, karena tahu bahwa ada­nya kesulitan-kesulitan menjadikan pekerjaan semacam itu lebih prestisius di mata Allah, mereka memperoleh kesenangan dan merasa­kan semangat yang lebih besar.

Sumber Semangat Orang-orang Beriman :
Semangat dan gairah orang-orang beriman sangat berbeda dari konsep yang banyak dianut masyarakat jahiliah, yang didasarkan pada kepentingan. Kecintaan orang-orang beriman kepada Allah dan ketaatan mereka kepada-Nya adalah penyebabnya. Mereka tidak merasa terikat dengan kehidupan dunia ini seperti para anggota masyarakat jahiliah, tetapi terikat dengan Allah, Yang Maha Penga­sih, yang menciptakan mereka dari bukan apa-apa, dan memberi mereka berbagai sarana. Alasan yang terpenting ialah bahwa orang-orang beriman mengevaluasi peristiwa-peristiwa dengan kesadaran yang jernih. Mereka sadar bahwa Allah menjaga kehidup­an seseorang setiap saat, bahwa Dia melin­dungi semua makhluk, dan bahwa semua makhluk bergantung kepada-Nya. Disebab­kan oleh cinta mereka dan ketaatan mereka kepada Allah, mereka berusaha keras untuk memperoleh keridhaan-Nya sepanjang hidup mereka. Hasrat untuk memperoleh ridha Allah merupakan sumber terpenting sema­ngat dan kegembiraan bagi orang-orang beriman. Cita-cita untuk memperoleh ridha Allah dan mencapai surga menjadi sumber energi dan semangat dalam diri orang-orang beriman. “Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka demi membela agama Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15).

Penjelasan ini menunjukkan bahwa sema­ngat orang-orang beriman bersemayam dalam hati. Hal ini disebabkan karena perjuangan untuk mendukung nilai-nilai mereka berlang­sung seumur hidup dan hanya dito­pang dengan semangat yang bersumber pada ke­iman­an. Kegigihan orang-orang beriman dalam usaha mereka yang terus menerus juga dinyatakan oleh rqsulullah SAW: “Per­buatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan yang dilakukan dengan istiqa­mah.” (HR. Bukhari).
Faktor lain yang membuat semangat orang-orang beriman tetap kuat dan segar adalah rasa penghargaan yang disertai dengan kerinduan dalam hati mereka, yang mereka alami sepanjang hidup: “Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A‘raf: 56).

Karena alasan ini mereka takut akan hukuman Allah dan terus-menerus berusaha untuk menyem­pur­nakan amal. Semen­tara itu, mere­ka tahu bahwa melalui gairah dan ketulusan, mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh ridha Allah, cinta-Nya dan rahmat-Nya. Mereka mengalami ketakut­an dan harapan sekaligus; mereka bekerja keras tetapi tidak pernah merasa usaha mereka cukup dan tidak pernah menganggap diri mereka sempurna, sebagaimana dinyatakan dalam ayat: “Mereka takut kepada Tuhannya dan takut dengan hisab (perhitungan amal) yang buruk.” (QS. Ar-Ra‘d: 21).
Karena itu, mereka memeluk agama Allah dengan semangat besar dan melakukan usaha besar untuk kepentingan ini. Rasa takut kepada Allah menyebabkan mereka tidak lemah-hati atau lalai, dan perasaan ini mendu­kung semangatnya. Karena tahu bahwa Allah memberikan kabar gembira tentang surga bagi mereka yang beriman dan beramal saleh, sehingga mendorong mereka untuk terus ber­amal dan memperkuat komit­mennya.
Sebagaimana terlihat, konsep orang ber­iman tentang semangat sangat berbeda dari konsep masyarakat jahiliah. Dibandingkan dengan semangat kontemporer orang-orang kafir, semangat orang beriman merupakan luapan kegembiraan yang dipelihara oleh iman kepada Allah. Dia telah memberikan kepada orang-orang beriman kabar gembira tentang hasil dari semangat yang terus-me­nerus didalam al-Qur’an : “Dan sampaikanlah berita gembira kepa­da orang-orang mukmin, bahwa sesung­guh­nya mereka memperoleh karunia yang besar dari Allah.” (QS. al-Ahzab: 47).

Apa yang memberikan kekuatan kepada mereka yang “lebih dahulu” ialah ketaatan mereka kepada Allah dan kerendahan hati mereka di hadapan-Nya. Keimanan mereka yang tulus memberi mereka semangat yang besar untuk berlomba-lomba dalam memper­oleh ridha Allah. Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa mereka yang berusaha dan berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri mereka akan diberi derajat yang tinggi di sisi Allah  swt : “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad demi membela agama Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing Allah men­jan­ji­kan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad di atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat daripada-Nya am­pun­an serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 95-6).

Mereka yang “pertengahan” adalah orang-orang yang lebih memilih jalan tengah daripada berusaha keras dengan hati dan jiwa mereka untuk memperoleh ridha Allah. Tak diragukan lagi, kondisi mereka di akhirat tidak akan sama dengan mereka yang lebih dahulu dalam beramal.
Di samping itu, Allah telah menyebutkan kelompok ketiga di kalangan orang-orang Islam: mereka yang tertinggal dalam hal gairah mereka untuk beramal. “Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran).” (QS. An-Nisa’: 72).

Sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang dikutip sebelumnya dari Surat Fathir, orang-orang semacam itu menganiaya diri mereka sendiri, dan keadaan mereka di akhirat akan mencerminkan perbedaan itu. Sementara mereka yang lebih dahulu dalam beramal akan memperoleh derajat tertinggi dalam pandangan Allah, tetapi mereka yang lalai akan melihat usaha mereka hilang kecuali jika mereka bertobat dan mengganti kelalaiannya. Dua ayat dari al-Qur’an dapat dikutip sebagai contoh tentang masing-masing keadaan : (QS. At-Taubah: 20) dan (QS. Al-Ahzab: 19).
Wallahu’alam Bishowab
Abu MR LC